Science

Apakah kita “ilmuwan” ? Kita tidak akan berbicara tentang science, kita tidak akan membahas tentang apakah kta seorang ilmuwan atau bukan, tetapi kita akan mencoba mencari ilmu, membagai sedikit ilmu yang kita dapat dan jika mungkin kita coba amalkan ilmu yang kita peroleh tersebut walaupun hanya seperti settetes air di lautan luas.
Lalu, bagaimana kita bisa mengenal ilmu? Bagaimana caranya? Ada yang mengatakan bahwa untuk dapat mengenal hakikat ilmu adalah dengan  filsafat. Apa itu filsafat?.Filsafat ilmu adalah akar utama berdirinya masyarakat ilmiah dan membangun masyarakat yang bersih dan demokratis. Manusia dalam hidupnya pasti akan melakukan sesuatu untuk dapat mengetahui tentang semua yang dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Setiapa hasil dari proses yang dilakukan manusia untuk mengetahui tersebut disebut sebagai PENGETAHUAN.
Apa bedanya Ilmu dan Pengetahuan? Ilmu adalah bagian dari pengetahuan. Ada banyak  jenis pengetahuan diantaranya adalah:
  1. Pengetahuan biasa (common sense): dihasilkan oleh sense umum manusia terhadap sesuatu. Misal : hujan dapat menyuburkan tanaman, minuman menghilangkan haus. Kebenaran/kepercayaan yang tidak pernah diuji kebenarannya
  2. Pengetahuan Ilmu/Ilmu: Akumulasi pengetahuan biasa disusun dengan metode ilmiah. Rasional, empirik, umum, akumulatif, tidak mutlak dan obyektif
  3. Pengetahuan Filsafat/Filsafat :  kebenaran yang mengakar pada prinsip yang mendasar dari suatu fenomena
  4. Pengetahuan Agama : Kebenaran bersumber dari agama, mutlak
Dari manakah manusia memperoleh sumber pengetahuannya? Manusia lahir tanpa membawa apapun, termasuk pengetahuan. Pengetahuan akan didapatkan seiring dengan perkembangan kehidupannya. Menurut John Locke sumber pengetahuan manusia berasal dari pengalaman empiris, yaitu  pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman langsung melalui penginderaan atau observasi, tidak pasti hanya kesimpulan dengan peluang yang tinggi, dan pemahaman yang diberikan parsial terhadap sesuatu yang universal. Sementara itu Rene Descartes menyatakan bahwa sumber pengetahuan manusia bersal dari rasionalisme atau akal manusia. Akal manusia dapat mengetahui suatu kebenaran yang tidak mungkin dapat dijangkau melalui observasi, dapat diuji keberadaan hukum sebab akibat dari banyak fenomena alam. Sumber Pengetahuan lainnya adalah Intuisionisme, yaitu metode pencarian kebenaran dengan tidak mendasarkan pada penalaran maupun penginderaan.Manusia berkemampuan khusus mengetahui sesuatu yang tidak terikat kepada indera maupun penalaran, sehingga diri manusia dapat menangkap aspek yang lebih fundamental.Intuisi bersifat idividual dan tidak dapat dikomunikasikan/tertutup. Sebagian lain sumber pengetahuan adalah berasal dari Wahyu Tuhan, hal ini berkaitan dengan pengetahuan dari suatu kepercayaan terhadap kebenaran yang tertulis dalam kitab suci, dan ada juga pengetahuan lain berasal dari ketidakpastian/keraguan.
Pengetahuan berkembang dari waktu ke waktu hingga saat ini kita mengenal istilah metode peneilitian. Bagaimana metode ini berkembang. Pertama kali manusia akan mencoba-coba sampai trial and success saat kemudian pengetahuan atau kebenaran ditemukan Periode ini disebut periode Trial and Error yang merupakan cikal bakal metode penelitian. Bahkan seorang Thomas Alva Edison menolak disebut 9.955 kali gagal menemukan lampu pijar, dia mengatakan bahwa setelah 9.955 kali berhasil menemukan lampu yang gagal menyala akhirnya dia menemukan satu kali cara lampu menyala. Hal ini menyiratkan bahwa sebuah keberhasilan diperoleh dari banyak sekali usaha percobaan.
Periode berikutnya dalah Periode Authority and Tradition, manusia tunduk pada doktrin/kebenaran yang diungkap/diyakini oleh pemimpin masarakat/tradisi turun temurun dan umumnya tanpa pemberontakan/kritik walaupun doktrin menyandang bias. Periode Speculation and Argumentation, Dasarnya akal dan kemampuan berargumentasi sebagai sumber kebenaran, Contoh : teori Natural Selection dan The Survival of The Fittest, dan terkahir adalah Periode Hypothesis and Experimentation (METODE ILMIAH), pendekatan kebenaran didukung fakta yang relevan sebagai bahan argumentasi
Selanjutnya apa yang dimaksud dengan metode ilmiah? Metode ilmiah adalah sintesis antara metode berpikir rasional (rasionalisme) dengan bertumpu pada data empirik (empirisme). Kita baru bisa dikatakan menerapkan metode ilmiah jika tahapan berpikir kita sudah melalui berbagai tahap yaitu:

  • Identifikasi dan Penentuan Masalah; Masalah adalah kesenjangan antara das sollen (harapan/yang seharusnya) dengan das sein (kenyataan). Masalah yang tersusun harus jelas untuk memudahkan pelaksanaan langkah selanjutnya
  • Penyusunan Kerangka Masalah; Identifikasi faktor-faktor yang terlibat dalam masalah, Keseluruhan faktor ini membentuk suatu kerangka dalam wujud gejala yang sedang diteliti
  • Pengajuan Hipotesis; Kesimpulan sementara berkaitan dengan hubungan sebab akibat antara berbagai faktor pembentuk kerangka masalah, Hipotesis diperoleh melalui penalaran induktif-deduktif berdasarkan pada pengetahuan sebelumnya yang telah diyakini kebenarannya
  • Deduksi Hipotesis; Penjabaran konsekuensi hipotesis secara empirik, Identifikasi fakta yang diamati dalam kenyataan yang erat hubungannya dengan hipotesis yang kita ajukan.
  • Pembuktian Hipotesis; Fakta dikumpulkan, jika fakta dapat diamati maka hipotesis terbukti, jika tidak, hipotesis ditolak, harus mengajukan hipotesis lain yang harus kembali diuji sampai menemukan fakta pendukung hipotesis tersebut. Hipotesis yang telah terbukti kebenaran dan didukung fakta dianggap sebagai pengetahuan baru dan dapat diterima sebagai bagian dari ilmu/teori ilmiah.Teori ilmiah dapat digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan berbagai gejala lainnya
Terakhir, terlepas dari kita seorang ilmuwan atau bukan ketika kita mencari dan memburu sebuah kebenaran maka  ada bebrapa hal yang harus kita miliki, yaitu kita harus menguasai tentang permasalahan kebenaran yang kita cari. Jika kita bukan seorang pembuat bakso jangan berbicara tentang bakso, jika kita hanya mengerti cara mengendarai sepeda motor jangan berbicara seperti sudah pandai mengemudikan mobil. Dalam memandang masalah yang dihadapi kita juga harus obyektif, jujur, berbicara sesuai dengan data dan fakta yang faktual, serta terbuka terhadap kebenaran baru yang kita terima.
Pendapat yang obyektif, memandang segala sesuatu dengan serba relatif, bersifat skeptif terhadap suatu hal dan mencoba membuktikan kebenaran sendiri, menjadi manusia yang sabar secara emosional dan intelektual, sederhana serta tidak memihak pada etik tapi lebih memihak kebenaran akan mendorong kita untuk menjadi manusia yang lebih berilmu walaupun mungkin belum cukup disebut sebagai ILMUWAN.


0 komentar:

Posting Komentar