Senin, 22 Desember 2008

The Role of Heterotrophic Bacteria in Ecological Process

Pertama kali ilmuwan percaya bahwa ekosistem lautan dicirikan dengan rantai makanan sederhana. Dalam rantai makanan fitoplankton dimakan oleh copepoda, yang dimakan oleh ikan sardin dan anchovy, kemudian dimakan oleh stiped bass dan blue fish, selanjutnya dimakan oleh tuna dan hiu. Aturan linier predasi merupakan gambaran klasik rantai makanan di laut sapai tahun 1970-an. Paradigma klasik jaring makanan memandang planktonik alga merupakan dasar dari jaring makanan, karena ukuran beberapa diatom ini relatif besar dan masih tertinggal dalam plankton net (mesh size 60 mm). Laga ini merupakan sumber makanan utama dari krustacea kecil. Bertambahnya akurasi dan perkembangan metode dan teknologi baru emungkinkan untuk lebih memahami lebih pentingnya bakteri dalam lingkungan laut.
Ahli biologi laut mulai menemukan bahwa kebanyakan fotosintesis dan respirasi di lautan oleh mikroorganisme yang berukuran kurang dari 20 mm lebih besar dari fitoplankton dan hewan lain (Pomeroy, 1974). Susunan mikroorganisme dikenal sebagai microbial loop. Microbial loop merupakan keadan melingkar jalur makanan dalam linkungan akuatik dimana DOM di masukan kembali ke dalam jaring makanan melalui bakteri (Azam, 1998).
Figure 1. Jaring makanan di lautan dengan rantai makanan klasik fitoplankton, zooplankton, ikan dan paus (kiri).
(Sumber foto latar belakang : Dr. N.M. Butler dari NOAA/Dept. of Commerce and the Bigelow Lab. Ocean. Sci.)

Figure 2. Microbial loop (Disolved Organic Matter / DOM) bakteria dan protozoa, sebagai paradigma baru rantai makanan (kanan).
Bakteri biasanya berfungsi sebagai dekomposer, tetapi dalam jaring makanan mereka sebagai pemain kunci dalam microbial loop yang mana makanan mereka adalah disolved organic matter (DOM) yang bersal dari beberapa sumber (Azam, 1998.). Fitoplankton akan melepaskan DOM ke perairan, copepoda menghasilkan DOM ketika memakan sel fitoplankton, terkadang mereka memecah fitoplankton dan DOM tertumpah ke lautan karena cara makan kopepode yang bersifat “sloppy feeding”. Akhirnya virus dapat menyebabkan DOM keluar dari tubuh inangnya. Banyak DOM yang berukuran terlalu besar bagi bakteri untuk memakannya, sehingga bakteri mengeluarkan enzim ke perairan untuk memecah (mencerna) menjadi ukuran kecil.
Di dalam microbial loop DOM berpindah dari fitoplankton, zooplankton, dan virus ke bakteri. Bakteri dimakan oleh protozoa flagelata seperti Euglena dan protozoa ciliata seperti Paramecium. Bakteri juga dimakan oleh zooplankton yang lebih besar yang disebut tunicates, yang merupakan chordata primitif (Azam, 1998). Beberapa tunicates merupakan filter feeder yang memompa air kealam tubuhnya, mengumpulkan partikel, melekatkannya menjadi “sticky style” untuk dicerna. Kopepoda tidak dapat memakan bakteri karena selnya terlalu kecil, sebagai gantinya kopepoda memakan flagellata dan ciliata yang memakan bakteri (Sommer dan Stibor, 2002). Dengan cara ini microbial loop berhubungan kembali dengan rantai makanan.

Heterotrofik di dalam lingkungan laut
Heterotrofik melibatkan semua hewan dan banyak mikroba memproses secara autotof sintesa senyawa organik, mentransformasi dan merespirasikanya. Blooming fitoplankton, pemangsaan dan fluks penenggelaman materi organik merupakan aspek penting dari transpor material keluar dari azona eufotik. Interaksi antara penenggelaman materi organik (termasuk fecal pellet dan/atau agregasi setelah blooming) dan bakteri heterotrofik yang mana merupakan curahan biomassa karbon (Ducklow et al., 2001) dalam ekosistem pelagis adalah penting untuk mendukung kehidupan di bawah zona eufotik.
Tiga proses penting dalam ekosistem laut, penggunaan fraksi labil DOM oleh bakteri, microbial loop, dan siklus elemen bio-essensial. Meskipun ukurannya kecil, bakteri heterotrofik lebih penting di dalam kolom air dan proses sedimen (bentik). Mereka mendegradasi dan pada akhirnya mengambilnya, tumbuh dan merespirasi sejumlah besar senyawa organik. Ketika bakteri mendekomposisi senyawa organik mereka mengoksidasinya, oksigen berkurang dan molekul organik akhirnya menghilang. Di dalam lingkungan laut mereka dapat meningkatkan atau mengurangi aktivitasnya melebihi faktor fisik dan kimia dalam kisaran yang lebih lebar dibandingkan kelompok hewan lainnya. Dalam kondisi lingkungan yang baik, mereka tumbuh secara cepat dan jika kondisi menjadi tidak menguntungkan mereka menjadi dormant dan menunggu sampai kondisi menguntungkan kembali. Tidak seperti komunitas bakteri, organisme lebih tinggi harus secara terus menerus berespirasi.

Uptake DOM oleh bakteri heterotrofik
DOM merupakan campuran komplek dari karbon dan nutrien, dan laut merupakan kolam (pool) terbesar dari DOM. Semua organisme termasuk fitoplankton, makrofita, zooplankton, ikan, kerang, benthos dan mamalia membebaskan DOM melalui beberapa proses fisiologis. DOM tambahan dilepaskan ketika fecal pellet zooplankton dan bentuk lain detritus organik membusuk. Bakteri heterotrofik sangat efisien dalam uptake langsung DOM dengan berat molekul rendah (<>

Bakteri heterotrofik dan microbial loop
Konsep baru dalam ekologi laut mulai tahun 1980-an adalah microbial loop (Azam et al., 1993). Microbial loop dapat didefinisikan sebagai suatu jaringan yang sangat komplek dari biota dan proses yang didasarkan pada aliran detritus dan aliran energi yang melalui jaring makanan. Di dalam microbial loop bakteri heterotrofik di analogikan sebagai autotrof fotosintetik. Pemahaman ini telah menjadi keras bagi pengetahuan awal pada rantai makanan di laut sebelum dinyatakan oleh Jannasch dan Jones (1959) bahwa bakteri banyak terdapat di laut, autecologis yang mampu tumbuh hanya sedikit tipe bakteri yang mengarahkan beberapa pemikiran bahwa prokariotik buka bagian sentral dari proses biologis di lautan.

Figure 3. Konsep umum microbial loop.

Bakteri dipercaya hanya sebagai dekomposer materi organik dan produsen nutrien anorganik untuk mendukung pertumbuhan fitoplankton (Kirchman dan Williams, 2000). Bakteri heterotrofik membentuk makanan untuk protozoa, larva invertebrata dan banyak zooplankton besar, dan regenerasi nutrien terlarut yang diperlukan untuk fotosintesis dan pembentukan biomasa organik yang baru. Ducklow (2000) mendefinisikan produksi bakteria sebagai produksi sekunder biomasa bakteri disintesa dari bahan organik dengan beberapa nutrien anorganik.

Figure 4. Peran sentral bakteri pembusuk (heterotrofik) dalam pembentukan nutrien anorganik terlarut dan membuat nutrien tersedia untuk fotosintesis.
Bakteri heterotrofik dan nutrien Di dalam beberapa ekosiste, aliran energi terjadi dalam satu arah, tetapi nutrien sering diputar berulang-ulang (Campbell, 1983). Nutrien Nitrogenous, carbonat, fosfat, dan silikat sama seperti elemen bio-essensial lain seperti O, H, S, Fe, K, Ca, Mn, Co, Cu, Zn, dan Se dalam jumlah yang kecil secara wajar diproses, ditransformasi dan digabungkan menjadi konstituen organik dari seluruh bentuk hidup. Pengelolaan tergantung pada perputaran yang kontinyu dari materi organik dan dekomposisi materi organik untuk memproduksi substrat yang diperlukan seluruh tipe dan fungsi kehidupan. Pergerakan dari banyak substansi, mengkreasi energi dapat diistilahkan dengan siklus biogeokimia.

Figure 5. Siklus biogeokimia dari elemen esensial antara biotik dan abiotik pool.

Prinsipnya, siklus material ini dapat digambarkan sebagai kumpulan substansi terkait dalam bentuk larutan, secara organik terikat atau dalam bentuk gas. Yang paling menjadi perhatian dari biogeokimiawan adalah mengkuantifikasi substansi/nutrien terkait dalam berbagai kumpulan (pool) atau kumpulan yang mungkin, sehingga laju aliran antara kumpulan dapat dinyatakan untuk dapat memahami mekanisme pemutaran nutrien. perhatian tidak hanya untuk mendeteksi abnormalitas karena gangguan anthropogenik yang besar, dan untuk menyatakan bahwa terjadi dalam tingkat ekosistem global untuk membenarkan laju aliran tetapi juga untuk memerika jika sistem dapat kembali pada keseimbangan. Kita belum cukup mengetahui ukuran pool normal dan pembalikan waktu siklus biogeokimia. Aktivitas manusia mengarah pada penghacuran habitat atau pembuangan material dalan jumlah besar yang memempengaruhi ekosistem global dan secara pasti membawa ketidakseimbangan ekologis yang tidak diinginkan. Bakteri adalah agen utama yang dengan berbagai cara dilibatkan dalan siklus biogeokimia. Sebagai sebuah komunitas, bakteri mempunyai kumpulan yang mampu menyesuaikan pada beberapa situasi. Banyak dari bakteri tidak membutuhkan (tidak secara spesifik) nutrien, mempunyai toleransi yang lebar terhadap kondisi lingkungan, sehingga secara kontinyu melajutkan untuk tumbuh dan reproduksi pada berbagai substrat dibawah kondisi yang bervariasi menghantarkan pada situasi non-kompetisi. Bakteri biasanya tumbuh secara cepat dan menduduki berbagai habitat mikro namun mempertahankan potensi untuk mencapai dormansi kapanpun, dimanapun, dan bagaimanpun jika diperlukan. Banyak dari bakteri tidak hanya memproduksi toksin (antibiotik) tetapi dapat mentoleransi dampak toksin dari organisme lain.bakteri heterotrofik (bakteri pembusuk) sangat penting dalam remineralisasi materi organik mati untuk melepaskan banyak nutrien anorganik terlarut seperti NO3, PO4, SiO3, CO2, H2S dan sebagainya yang menentukan kemosintesis dan bahan bakar biogeokimia lautan.

Siklus karbon

Karbon memiliki posisi sebagai komponen kehidupan, aliran energi dan bahkan pengaturan iklim (Carlson et al., 2000). Senyawa karbon komplek yang stabil seperti protein, krbohidrat, asam nukleid merupakan komponen fundamental pembangun kehidupan. Siklus karbon melalui seluruh reservoir di bumi, litosfer, hidrosfer, atmosfer dan atmosfer sekalipun pada laju yang berbeda (Brock et al., 1994). Keterlibatan mikroba, khususnya bakteri heterotrofik dalam pembalikan karbon, terletak pada kemampuan mereka untuk mendekomposisi. Sebagai contoh melalui fotosintesis dibentuk senyawa organik berenergi tinggi, secara universal dicirikan dengan CH2O, didegradasi atau dioksidasi bakteri dan kemoorganotrof (fermentor, anaerob, aerob) menghasilkan methan oleh metanogen atau karbon dioksida oleh kemoorganotrof. Pada akhirnya methan dioksidasi menjadi CO2 oleh metanotrof. Oleh karenanya semua karbon akhirnya kembali menjadi CO2 melalui metabolisme autotrof siklus karbon kembali dimulai. Karbon diserap lautan dari atmosfer dalam bentuk gas terlarut CO2 dan alga (fitoplankton) turut serta dengan melakukan fotosintesis di permukaan air dimana tersedia cahaya. Pada basis global, fitoplankter laut berada di zona eufotik 50 – 150 m di atas kolom air bertanggung jawab lebih dari sepertiga produksi fotosintesis kotor. Sebagaimana diketahui kemampuan tumbuh dan mentoleransi dalam variasi kondisi lingkungan yang lebar, bakteri heterotrofik laut secara ekstrim penting dalam siklus karbon antara atmosfer dan lautan.
Porsi terbanyak dari fotosintesis dibentuknya senyawa karbon termasuk partikulat, detritus dan DOC yang digunakan oleh heterotrof sebagai sumber energi dan diremineralisasi menjadi CO2 melalui respirasi. Selanjutnya nutrien lain seperti nitrat, silikat, fosfat tidak akan hilang dari zona eufotik, laju remineralisasi akan sangat cepat, dan bakteri heterotrof merupakan peremineral paling efektif (Sarma et al., 2003). Karbon organik melalui jaring makanan, bagi fitoplankton, bakteri, dan organisme kecil lainnya akan dikonsumsi oleh herbivora, omnivora, atau bahkan oleh predator. Tidak semua persentase yang signifikan dari karbon dibuang dalam sisa organisme yang tenggelam ke dasar menjadi terkubur dalam sedimen dan kombinasi temperatur, salinitas dan tekanan akan mentransformasi menjadi hidrokarbon. Hidrokarbon ini kemudian dikembangkan menjadi bahan bakar fosil dan diekstrak sebagai minyak, gas untuk menggerakkan perekonomian dunia. Pembakaran bahan bakar fosil melepaskan CO2 dalam jumlah besar ke atmosfer, yang akan terakumulasi dan dapat disatukan dalam meterial tanaman atau diabsorbsi kembali ke laut.
Siklus sulfur
Sulfur hadir dalam sejumlah vitamin (thiamin, biotin, asam lipoic) dan memiliki peran struktural dalam asam amino cystein dan methionin yang sangat diperlukan organisme. Sulfur dalam sejumlah kondisi oksidasi, sejumlah transformasi kimia alami dibawa keluar secara eksklusif oleh mikroorganisme (Brock et al., 1994). Ada beberapa keadaan oksidasi penting diantaranya sulfidril (-2:R-SH, HS-), unsur sulfur (S0), dan sulfat (SO42+). Aktivitas antropogenik 100 tahun terakhir telah mengganggu siklus sulfur secara drastis. Pembakaran bahan bakar fosil membebani udara dengan sulfur dioksida yang berlebihan, yang dicuci oleh hujan masuk ke tanah dan lingkungan akuatik. Industrialisasi menambah sejumlah sulfur dioksida dan hidrogen sulfida ke atmosfer. Dekomposisi protein oleh berbagai jenis bakteri mungkin akan melepaskan sulfat dibawah kondisi anaerobik. Senyawa sulfur volatil seperti dimetil sulfat (DMS), terutama diproduksi di lautan, juga diproduksi dalam pembusukan anaerob. Molekul DMS kurang lebih 45 juta ton setiap tahunnya dioksidasi menjadi spesiasi sulfat sangat dipercaya sebagai inti pembentukan awan (Kumar et al., 2002). DMS secata alami akan dioksidasi secara fotokimia menjadi methan asam sulphonic, sulfur dioksida dan sulfat (Brock et al., 1994). Mikroba tidak hanya bertanggung jawab terhadap oksidasi substansi organik tetapi juga reduksi senyawa anorganik (Lokabharathi et al., 2001). Sebagai contoh dibawah kondisi anoksik sumber utama sulfida adalah reduksi sulfat oleh bakteri anaerobik seperti bakteri pereduksi sulfat (Desulfovibrio). Jadi dengan mengurangi substrat organik yang tinggi (seperti asam laktat) sebagai sumber karbon dan sulfat sebagai penerima elektron, proses oksidasi adalah sebagai berikut :
2CH3-CHOH-CHOH+H2SO4 ---------> 2CH3-CHOH+2H2O+H2S+2CO2
Sulfida, thiosulfat dan sulfur (S2-) digunakan lagi oleh mikroorganisme seperti Thiobacillus denitrificans (Lokabharathi et al., 2001). H2S juga diproduksi oleh pembusukan anaerobik dan dapat mengendapkan logam dalam ikatan sulfida yang menyebabkan pewarnaan hitam pada sedimen. Sementara bakteri kemosintetik (Thiobacillus, Beggiatoa, Thiothrix) mengoksidasi sulfida dalam kondisi aerobik. Bakteri fotosintetik (Chorobium, Chromatium) mengoksidasi sulfida dalam kondisi anaerobik. Sulfat adalah satu dari banyak anion yang hadir dalam jumlah yang besar di air laut. Kebanyakan mikroorganisme dan tanaman dapat menggunakan sulfat sebagi sumber tunggal dan mengkonversinya menjadi senyawa sulfidril melalui proses asimilasi reduksi sulfat.
Siklus fosfor
Fosfor di alam ada dalam bentuk organik dan anorganik, yang digunakan oleh organisme hidup terutama di dalam asam nukleid, fosfolipid dan ATP. Fosforous secara langsung diambil oleh bakteri heterotrofik dalam bentuk fosat anorganik untuk pertumbuhan (Pomeroy et al., 1984). Pembelahan fosfat organik digunakan oleh organisme hidup dan menghidrolisa ester fosfat organik oleh enzim fosfatase untuk melepaskan fosfat anorganik dan menyatu dalan fungsi seluler. Pomeroy et al. (1984) menjelaskan bahwa kemampuan uptake langsung anorganik fosfat sangat penting bagi flagelata, ciliata dan mikrofauna lain. Karena produktivitas primer yang lebih tinggi terjadi di kawasan upwelling dan cepat memindahkan material organik dan biogenik di kolom air, akumulasi fosfor dalam bentuk fosforit (CaPO4) sangat substansial sepanjang batas kontinental (Rao et al., 2001). Asam kuat yang diproduksi kelompok bakteri termasuk bakteri anaerob memainkan peran krusial dalam kelarutan mineral fosforit. Di samping aktivitas biologis , proses fisik (up welling, adveksi lateral), geologis (tektonik, sedimentasi), dan kimia (pH, ketersediaan Fe, Kalsium, dan ligand organik) juga sangat vital dalam pembalikan unsur fosfat.
Siklus nitrogen
Mikroorganisme, jamur dan bakteri secara khusus sangat penting dalam siklus nitrogen (Brock et al., 1994). Nitrogen merupakan konstituen kunci dari protein dan asam nuklead, yang dibentuk dari sejumlah senyawa dengan kondisi oksidasi dari R-NH2 (N organik) NH3, N2, N2O, NO, NO2-, NO2, dan NO3-. Bakteri berperan dalam dekomposisi protein, peptida, kitin, urea, asam amino, asam nuklead dan lain lain, konversi kimia antara kondisi oksidasi nitrogen termasuk amonium, gas nitrogen, nitrit dan nitrat. Sebagai contoh kitin, polimer komplek, diuraikan bakteri yang memproduksi enzim untuk pembentukan glukosa dan CO2. Proses utama yang terlibat dalam siklus nitrogen adalah nitrifikasi, reduksi nitrat, denitrifikasi, dan fiksasi nitrogen. Di laut siklus nitrogen, konversi spesiasi anorganik dan organik umumnya di mediasi secara biologis (Capone, 2000), transformasi utama dari siklus N di laut termasuk uptake dan penyatuan bentuk organik nitrogen mejadi organik, regenerasi dan pelepasn bentuk anorganik NH4 dari organik, oksidasi amonium dan nitrit dalam nitrifikasi, reduksi NO3 atau NO2 menjadi bentuk gas N2 dan N2O dalam denitrifikasi, dan reduksi N2 menjadi NH4. Banyak proses fisik dan biologis mereaksikan peran nitrogen terhadap ketersediannya dan kesuburan relatif perairan (Capone, 2000). Siklus nitrogen di laut sangat dekat dihubungkan dengan atmosfer. Beberapa spesies gas dari nitrogen (N2, N2O, NO, NH3) dapat berubah di atmosfer. Banyak bentuk gabungan nitrogen (NO3, NH4+, DON dapat masuk ke lautan melalui deposisi atmosferik. Sementara karbon tidak menjadi faktor pembatas bagi fotosintesis, trace nutrien seperti Fe diperlukan bagi banyak reaksi dari siklus nitrogen, mempunyai jalur atmosferik penting ke laut melewati deposisi Ferich aeolian dust (Capone, 2000). Penambahan Fe telah ditunjukan dalam meningkatkan NO3 di beberapa wilayah High Nutrient low Chlorophyll (HNLC) seperti ekuatorial pasifik (Paerl dan Zehr, 2000). Bakteri sangat dominan dalam proses transformasi, banyak bakteri aerobik adalah perepirasi nitrat fakultatif dan menggantikan oksigen dengan NO3 sebagai penerima elektron akhir ketika oksigen tidak ada atau sangat minimum. Nitro-oksida (NO) produk nitrifikasi dan denitrifikasi adalah gas rumah kaca yang kuat (Naqvi, 2001). Melalui siklus nitrogen, deposisi nitrogen atmosferik akan meningkat dengan pertumbuhan populasi dan pembangunan kawasan pantai. Antisipasi perubahan fisografi daratan melalui pergeseran iklim dan pola penggunaan daratan akan mempengaruhi nitrogen, begitu juga dengan siklus karbon di laut (Capone, 2000).

Daftar Pustaka
Azam, F., J. Martinez dan D. C. Smith. 1993. Bacteria-organic matter coupling on marine aggregates. In: Guerrero, R., Pedros-Alio, C (Eds), Trends in Microbial Ecology. Spanish Society for Microbiology, Barcelona, hal 410-414.
Azam, F., G. F. Steward, D. C. Smith dan H. W. Ducklow. 1994. Significance of bacterial in carbon fluxes in the Arabian Sea. Proceedings of the Indian Academy of Sciences (Earth and Planetary Science) 103:341-351.
Azam, F. 1998. Microbial control of oceanic carbon flux: the plot thickens. Science. Vol. 280(5): 694–696. Brock, T. D., Madigan, M. T., Martinko, J. M., Parker, J. (Eds). 1994. Biology of Microorganisms. Seventh edition, Prentice Hall, NJ. 909 pp
Campbell, R.,1983. Microbial Ecology. Basic Microbiology, vol. 5, Blackwell Scientific Publications, Oxford (UK). 191
Capone, D. G., 2000. The marine microbial nitrogen cycle pp, 455-494. In: Kirchman, D. L. (Ed)., Microbial Ecology of the Oceans, Wiley-Liss, Inc, New York
Carlson, C. A., Bates, N.R.,Steinberg, D.K., Hansell, D. A.,Johnson, R. J., Knap, A.H., Michaels, A.F., 2000. An overview of biogeochemical variability at the US. JGOFS Bermuda Atlantic Time-series Study (BATS) Site. Ocean Biogeochemistry: A New Paradigm. pp. 125-126.
Ducklow H. W., 2000. Bacterial biomass and production in the oceans. pp, 85-120. In: Kirchman, D. L. (Ed)., Microbial Ecology of the Oceans, Wiley-Liss, Inc, New York
Ducklow, H. W., Smith, D. C., Campbell, L., Landry, M. R., Quinby, H. L. Steward, G. F.,Azam, F., 2001. Heterotrophic bacterioplankton in the Arabian Sea: Basinwide response to year-round high primary productivity. Deep Sea Research II, 48,1303-1323.
Jannasch, H. W., Jones, G. E., 1959. Bacterial Populations in seawater as determined by different methods of enumeration. Limnology and Oceanography, Vol. 4, 128-130.
Kirchman, D. L., Williams, P. J. le B. 2000. Introduction. pp, 1-11. In: Kirchman, D. L. (Ed)., Microbial Ecology of the Oceans, Wiley-Liss, Inc, New York
Kumar, M. D., Shenoy, D. M., Sarma, V. V. S. S., George, M. D., Dandekar, M., 2002. Geophysical Research Letters, 29: 8-11.
Landry, M. R., 2001. Microbial Loops. In: Steele, J.H.,Thorpe, S.,Turekian,K.(eds), Encyclopedia of Ocean Sciences, Academic Press, London, 1763-1770
Loka Bharathi, P. A., Nair, S and Chandramohan, D. 2001. Marine microbiology: A glimpse of the strides in the Indian and the global arena, pp 495-537. In: R. Sen Gupta and E. Desa (eds). The Indian Ocean: A Perspective Vol.1, Oxford-IBH, New Delhi
Naqvi S. W. A., 2001.Chemical Oceanography. pp,159-236. In: R. Sen Gupta and E. De Sa (eds). The Indian Ocean: A Perspective Vol.1, Oxford-IBH, New Delhi
Paerl, H. W., Zehr, J. P. 2000. Marine nitrogen fixation pp 387-426. In: Kirchman, D. L. (Ed)., Microbial Ecology of the Oceans, Wiley-Liss, Inc, New York
Pomeroy, L. R., 1984. Microbial processes in the sea: diversity in nature and science. pp 1-25. In: Hobbie, J. E and Williams, P.J. leB. (eds). Hetrotrophic Activity in the Sea. Plenum Press New York 569 pp
Pomeroy, L. R. 1974. The ocean’s food web, a changing paradigm. BioScience. Vol.24(9):499–503.
Rao, V.P.; Michard, A.; Naqvi, S.W.A.; Boettcher, M.E.; Krishnaswamy, R.; Thamban, M.; Natarajan, R.; Borole, D.V. 2002. Quaternary phosphorites off the southeast coast of India Chemical Geology 182: 483-502
Sarma, V. V. S. S., Swathi, P. S., Kumar, M. D., Prasanna Kumar, S., Madhupratap, M., Ramaswamy, V., Sarin, M. M., Gauns, M., Ramaiah, N., Sardessai, S., de Souza S. N., 2003. Carbon budgets for the JGOFS (India) study region in the Arabian Sea. Global Biogeochemical Cycles. 13: 17-33
Smith, D. C., Steward, G. F., Long, R. A., Azam, F., 1995. Bacterial mediation of carbon fluxes during a diatom bloom in a mesocosm. Deep Sea Research 42, 75-98.
Sommer, U. dan H. Stibor, 2002. Copepods—cladocera— tunicate: the role of three major mesozooplankton groups in pelagic food webs. Ecological Research. vol. 17:161–174.
Strom, S.L., 2000. Bacterivory: interactions between bacteria and their grazers. pp 351-386. In: Kirchmann, D.L.(ed), Microbial ecology of the oceans. Wiley-Liss, New York

0 komentar:

Posting Komentar